Rabu, 06 Maret 2013

Asal usul burung perkutut

 Asal usul burung perkutut
Asal usul burung perkutut – Sejarah Burung perkutut konon merupakan burung jelmaan pangeran, sehingga pada zaman Majapahit dikenal adanya legenda Joko Mangu. Sejak itu muncul faham Jawa bahwa perkutut merupakan burung yang sakral. Falsafah Jawa juga mengungkapkan bahwa seorang lelaki yang telah dewasa harus memiliki delapan unsur (Sapta Brata), yang salah satunya adalah kukila (manuk) atau burung. Dalam Sapta Brata disebutkan bahwa seorang lelaki Jawa dianggap sudah ‘dewasa’ kalau sudah memiliki wisma, curiga, kukila, turangga, gangsa, dan tiga unsur lainnya.
Karena itu banyak masyarakat Jawa yang memelihara burung perkutut, dengan berbagai pertimbangan. Dari sekadar prestise sampai untuk ngleluri nilai-nilai ajaran adiluhung. Yang jelas, sejak Juni 1990 burung perkutut dijadikan maskot Propinsi DIY. ”Kukila itu berarti manggung atau manuk anggung-anggungan. Dalam hal ini adalah burung perkutut. Kata manuk itu sendiri terdiri dari Ma (manjing) dan Nya (nyawa), yang berarti urip. Karena itu para priyayi dulu sering memberi wejangan kepada anak cucunya, ”Aja mung ngoceh, nanging manggunga. Tegese yen ngomong kudu sing mentes.
Demikian dikatakan Sugiyono (51 tahun) alias Agiong, pemilik Astana Langen Kukila ‘Aneka Sari’ di Jl Gajahmada 39 Yogyakarta. Ia juga mengatakan bahwa selama ini ada dua macam orang menggemari burung perkutut. Pertama karena anggung (suara) dan kedua karena adanya cirimati (ciri baku) atau katuranggan.
burung perkutut bangkok
burung perkutut bangkok
”Orang yang suka burung perkutut karena suaranya, biasanya memelihara perkutut untuk diikutkan lomba atau untuk klangenan. Sedangkan orang suka burung perkutut karena adanya cirimati atau katuranggan, karena punya kepercayaan bahwa memelihara burung perkutut dapat mendatangkan rezeki dan sejenisnya,” kata Sugiyono (Agiong) yang menekuni pemeliharaan burung perkutut sejak tahun 1970.
Menurutnya, salah satu faktor yang mendorong masyarakat Jawa mempercayai katuranggan, angsar dan tangguh burung perkutut, karena adanya legenda Joko Mangu. ”Dalam legenda tersebut diceritakan bahwa pada zaman Majapahit ada burung perkutut jelmaan pangeran dari Pajajaran, yang bernama Joko Mangu. Murtaing sari ingkang asli saking Pajajaran. Bebadra mangetan tumeka ing Majapahit,” jelas Agiong, bahwa burung tersebut lepas dari Pajajaran, terbang ke arah timur sampai Majapahit.
Asal usul burung perkutut, lanjut Agiong, juga disebutkan bahwa burung perkutut bernama Joko Mangu kemudian lepas dari Majapahit, terbang ke arah pesisir. Dengan kata lain, pulung Joko Mangu lepas dari Majapahit. ”Terakhir, yang menemukan pulung Joko Mangu adalah ki Ageng Paker dari Bantul Ngayojakarta. Masyarakat Jawa kemudian juga mempercayai bahwa burung perkutut dapat mendatangkan manfaat yang positif dan negatif bagi pemiliknya atau orang yang memeliharanya,” katanya.
Diakui, burung perkutut memang ada yang punya katuranggan baik dan tidak baik. Seperti disebutkan dalam Primbon Betaljemur Ada Makna, perkutut yang punya katuranggan baik antara lain Srimangempel, Wisnucarita, Wisnumangenu, Kusumawicitra, Pandhawa Mijil, Purnasidi, Murcujiwa, Minep Gedhong, Gedhong Menga, Wisnumurti, Udanmas, dan Widahsana gastagasti. Sedangkan turangga perkutut yang dianggap tidak baik antara lain Bramasulur, Brama Sulurgenni, Bramakala, Bramakokap, Durgangerik, Durgaanguwuh, Sanggabuwana, Lemburuwan, Cendhalasabda, dan Wisnutinundhung.
burung perkutut putih
burung perkutut putih
Selain itu juga dikenal adanya tangguh perkutut, yang terdiri Tangguh Pajajaran, Ki Joko Mangu (Majapahit), Tuban, Mataram, Pajang, Sedayu, dan Tangguh Demak. ”Kalau menurut saya, sebenarnya yang tahu persis angsar burung perkutut itu baik atau tidak, adalah pemiliknya atau pemelihara burung tersebut,” tegas Sugiyono
Dikatakan, mendeteksi burung perkutut itu sama sulitnya dengan mendeteksi benda pusaka. Masalah angsar, Kalau ditanyakan kepada orang yang berbeda, tentu akan berbeda pula jawabannya. ”Dalam hal angsar, seyogianya kita punya keyakinan pribadi. Sebab kita baru akan tahu angsar burung perkutut atau benda pusaka lainnya, setelah kita memiliki atau memeliharanya selama selapan (35 hari),” jelasnya.
Dicontohkan, dalam pewayangan selalu pulung sing nggoleki uwong. Dudu uwong sing nggoleki pulung. Kalau diibaratkan, pribadi manusia adalah wadah, sedangkan burung perkutut atau benda pusaka lainnya adalah isi. Karena itu dalam berbagai cerita hampir selalu disebutkan bahwa “Isi sing nggolek wadhah. Dudu wadhah sing nggoleki isi,” tandas Agiong.
Disebutkan pula, dalam memelihara burung perkutut, sebenarnya terlebih dulu kita harus menata diri pribadi kita. Selain itu, yang utama kita harus percaya kepada Tuhan. ”Soal pulung atau wahyu, akan datang dengan sendirinya, kalau diri pribadi kita sudah benar-benar tertata. Karena yang sulit itu adalah menyelaraskan jumbuhing wadhah lan isi,”
Demikian artikel Asal usul burung perkutut. Semoga bermanfaat
Suara burung perkutut mp3, burung perkutut hitam, jenis burung perkutut, download suara burung perkutut, kicau burung perkutut, burung perkutut wikipedia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar