Rabu, 06 Maret 2013

Keunikan tari merak


Keunikan tari merak
Keunikan tari merak
Keunikan tari merak – Dalam pertunjukannya  tari merak memiliki beberapa keunikan, ciri dari Keunikan tari merak  itu adalah terlihat dari pakaian yang dipakai penarinya memiliki motif seperti bulu merak. Kain dan bajunya menggambarkan bentuk dan warna bulu-bulu merak; hijau biru dan/atau hitam. Ditambah lagi sepasang sayapnya yang melukiskan sayap atau ekor merak yang sedang dikembangkan. Gambaran merak bakal jelas dengan memakai mahkota yang dipasang di kepala setiap penarinya.
Tarian ini biasanya ditarikan berbarengan, biasanya tiga penari atau bisa juga lebih yang masing-masing memiliki fungsi sebagai wanita dan laki-lakinya. Iringan lagu gendingnya yaitu lagu Macan Ucul biasanya. Dalam adegan gerakan tertentu terkadang waditra bonang dipukul di bagian kayunya yang sangat keras sampai terdengar kencang, itu merupakan bagian gerakan sepasang merak yang sedang bermesraan.
Dari sekian banyaknya tarian yang diciptakan oleh Raden Tjetje Somantri, mungkin tari Merak ini merupakan tari yang terkenal di Indonesia dan luar negeri. Tidak heran kalau seniman Bali juga, diantaranya mahasiswa ASKI Denpasar menciptakan tari Manuk Rawa yang konsep dan gerakannya hampir mirip dengan tari Merak

Asal usul burung cucakrawa


Asal usul burung cucakrawa
Asal usul burung cucakrawa
Asal usul burung cucakrawa - Burung cucakrowo atau cucakrawa merupakan salah satu anggota suku merbah. Merbah atau disebut juga cucak-cucakan (familia Pycnonotidae) adalah suku burung pengicau dari Afrika dan Asia tropis. Burung-burung ini kebanyakan memiliki suara yang merdu dan nyanyian yang beraneka ragam, kerap kali hutan menjadi ribut oleh suaranya terutama di pagi dan petang hari. Dalam bahasa Inggris, burung-burung ini dikenal sebagai Bulbuls.
Merbah aslinya dalam bahasa Melayu merujuk kepada beberapa jenis burung pengicau yang berbulu suram di semak belukar, termasuk pula jenis-jenis burung pelanduk, tepus, bentet dan lain-lain. Di sini, untuk kepentingan standarisasi penamaan seperti yang digunakan LIPI, merbah digunakan terbatas untuk menyebut burung-burung dari keluarga Pycnonotidae. Selain disebut merbah, burung-burung dari suku ini memiliki beberapa sebutan umum yang lain seperti cucak (Jawa); tempuruk, empuruk; tempulu’, empulu’, pampulu, empuloh (aneka bahasa Melayu di Sumatera dan Kalimantan); dan lain-lain.
Berukuran sedang, burung-burung ini biasanya bertubuh sedang agak ramping, leher pendek, dan ekor agak panjang. Kerap kali bermisai halus.
Sebagian spesiesnya memiliki warna-warni yang cerah: kuning, jingga, merah, pada dada, perut atau seluruh tubuhnya. Akan tetapi kebanyakan berwarna suram coklat zaitun, keabu-abuan atau kekuningan, dengan warna kuning, jingga atau merah di pantatnya. Jantan dan betina berwarna serupa.
Asal usul burung cucakrawa
Beberapa dengan warna hitam di kepala, jambul yang dapat digerak-gerakkan, atau janggut putih.
Merbah terutama adalah burung pemakan buah-buahan dan serangga. Di hutan, kebanyakan burung ini senang menjelajah semak belukar dan hutan yang setengah terbuka, memetik aneka buah kecil-kecil dan memburu serangga. Meski sebagian lagi lebih senang tinggal di atas pepohonan.
Sering didapati berpasangan atau berkelompok, burung-burung ini terkadang bercampur dengan jenis yang lain. Ramai bersuara nyaring saling memanggil.
Merbah membuat sarang di atas pohon atau perdu, berbentuk cawan dari rumput, tangkai daun, atau serpihan daun, bercampur dengan serat-serat yang lain. Telur 2-3 butir.

Asal usul burung kenari


Asal usul burung kenari
Asal usul burung kenari
Asal usul burung kenari –  Burung kenari (Serinus canaria) merupakan burung asli Kepulauan Canary di Samudera Atlantik di sebelah barat laut pesisir afrika (maroko dan sahara barat). Kepulauan ini termasuk ke dalam wilayah Spanyol dan merupakan salah satu kominitas otonomi daerah itu.
Burung kenari pertama kali ditemukan oleh penjelajah Perancis, Jean de Bethencourt di kepulauan tersebut pada tahun 1402. Terkesan karena keindahan bulu dan kemerduan suaranya, Jean de Bethencourt dan Henry the navigator membawa burung kenari liar ke Portugal dan Inggris. Pada tahun 1495 Canary telah jatuh ke tangan Spanyol dan sejak itu bangsa Spanyol menguasai perdagangan kenari. Namun selanjutnya bangsa Italia yang mengembangkan kenari dan mengekspornya ke berbagai negara Eropa seperti Jerman, Inggris dan Rusia.
Keanekaragaman Burung Kenari yang sekarang merupakan perkembangan keturunan kenari liar yang bernama latin Serinus Canaria. Banyaknya jenis burung kenari ini dipengaruhi kondisi alam atau karena kawin silang yang terjadi sejak lima abad yang lalu. Dalam perkembangannya kenari telah banyak diimpor dan dikembangbiakkan di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Selain itu burung kenari yang ada saat ini merupakan hasil rekayasa genetik yang dilakukan oleh para penyuka burung kenari selama berabad-abad lamanya. Karena itu saat ini sudah tidak ada burung kenari yang asli dari alam bebas. Dengan rekayasa genetika yang dilakukan oleh para pecinta burung kenari ini, terutama dari negara-negara Eropa, burung kenari telah bermutasi, dan telah dihasilkan berbagai macam burung kenari baru.
Asal usul burung kenari
Bangsa Jerman mengembangkan burung kenari jenis baru yang diberi nama German Hartz Roller Canary (Harzer Roller). Burung kenari ini juga biasa disebut kenari Harzer karena banyak dikembangbiakkan di pegunungan Hartz. Belgia sebagai negara tetangga Jerman juga berhasil mengembangkan burung kenari penyanyi bersuara merdu sebagai jenis yang paling disegani di arena kontes burung kenari penyanyi karena suaranya yang merdu dan memiliki sekitar 17 ragam suara. Burung kenari ini disebut Belgian Waterslager atau malinois, yang terkenal sebagai burung kenari penyanyi yang bersuara merdu. Jenis kenari lain yang berhasil di kembangkan di Eropa, diantaranya YorkShire, Border, Lizard, dan Gloster.
Selain negara di Eropa, negara Amerika, Iran dan Rusia juga berhasil menciptakan jenis baru. Jenis Kenari dari Amerika diberi nama American Singr Canary, kenari dari Iran diberi nama Persian Canary dan dari Rusia diberi nama Russian Singer Canary
Selain untuk dinikmati kemerduan kicauannya, burung kenari juga pernah digunakan dalam sistem peringatan dini untuk mendeteksi gas beracun, seperti karbondioksida, di dalam penambangan batubabara di Britania Raya. Namun penggunaan kenari di pertambangan akhirnya dihapuskan dan baru berakhir pada tahun 1986.

Asal usul burung walet

 Asal usul burung walet
Asal usul burung walet – Burung Walet merupakan burung pemakan serangga yang bersifat aerial dan suka meluncur. Burung ini berwarna gelap, terbangnya cepat dengan ukuran tubuh sedang/kecil, dan memiliki sayap berbentuk sabit yang sempit dan runcing, kakinya sangat kecil begitu juga paruhnya dan jenis burung ini tidak pernah hinggap di pohon. Burung walet mempunyai kebiasaan berdiam di gua-gua atau rumah-rumah yang cukup lembab, remang-remang sampai gelap dan menggunakan langit-langit untuk menempelkan sarang sebagai tempat beristirahat dan berbiak.
berikut ini Sejarah Sarang Burung Walet Di Indonesia :
WALET GUA
Pada abad XVII Putri SULTAN KARTOSURO menderita sakit dan sudah berbagai macam tabib selalu gagal menyembuhkanya, sampai kemudian sang raja bermimpi kalau putrinya bisa sembuh bila minum jamur batu, kemudian diceritakanya pada staff raja, maka dibuatlah pengumuman barang siapa yg dapat menemukan jamur batu maka dapat hadiah dari Raja, suatu ketika di  bulan Januari 1720 seorang lurah bernama SADRANA melihat banyak burung masuk kedalam gua dipinggir pantai, kemudian sang lurah bersama penduduk setempat masuk kedalam goa dan mengambil benda berwarna putih seperti jamur batu yg dimimpikan sang raja yang menempel pada dinding gua, selanjutnya mereka mengambil benda berwarna putih tsb, kemudian diberikannya kepada SULTAN KARTOSURO,
Selanjutnya beliau memerintahkan untuk memasaknya kemudian diminumkan ke sang Putri. Beberapa hari kemudian sang Putri sembuh dari sakitnya, karena manfaat jamur batu itu maka sang Raja pun ikut mencoba untuk makan juga, yg akhirnya menjadi makanan terkenal kala itu, karena asal muasal jamur itu dari burung yg bersarang maka dinamai Sarang Burung, sejak saat itu sarang burung berkembang menjadi makanan kebanggaan para bangsawan dan Raja Raja.
Asal usul burung walet
Ketika Sarang Burung itu diperkenalkan juga pada para pedagang cina yg kemudian dibawa ke Tiongkok, ternyata digemari bangsawan dan Raja Raja Tiongkok juga,
Konon karena jasa Lurah SADRANA akhirnya sang Sinuwun Sultan KARTASURA berkenan mengangkat Lurah SADRANA menjadi Mantri Sarang Burung yg diberi  hak untuk mengelola goa itu dan berkedudukan di desa Karang Bolong Kabupaten Kebumen Jawa Tengah, yg sampai sekarang Pendopo Lurah SADRANA tsb. dapat disaksikan bila kita bepergian kesana.
WALET RUMAH
Sekitar Th 1880 seorang pengusaha bernama H. THOHIR SURAKAMA yg tinggal di Sidayu Gresik, Beliau seorang pengusaha, suatu ketika dia membeli rumah yg kemudian ditinggalkan untuk berangkat haji, karena pada saat itu orang berhaji masih menggunakan kapal laut maka perjalanan yang ditempuh bisa mencapai 7 bulan – 1 tahun lamanya, Sepulang dari haji beliau melihat rumah yang dibelinya dimasuki Burung Walet, kemudian diambilnya Sarang Burung Walet tsb, karena beliau adalah seorang pengusaha dan pedagang yang banyak kenalannya maka diceritakan penemuanya itu kepada rekan-rekan usahanya yang berada di Gresik, Surabaya, Semarang dllnya, maka setelah jelas yang ditemukanya itu adalah Sarang Burung Walet yang terkenal dan mahal itu maka beliau berinisiatif mengorbankan rumah yg baru dibelinya guna memelihara Burung Walet secara khusus,
Setelah beliau berhasil memelihara burung walet didalam rumah tsb, kemudian beliau membeli rumah lagi untuk digunakan sebagai rumah Sarang Burung Walet dan dg keahlian sangat sederhana dan tradisional beliau bisa memikat burung-burung Walet lain untuk masuk kedalam rumahnya, Rupanya pada saat itu bersamaan dg terjadinya migrasi atau perpindahan Burung Walet yg bermukim di goa menuju rumah Walet, perpindahan itu disebabkan terganggunya rasa aman Burung Walet ditempat kediamanya karena terjadi pemungutan atau pengambilan Sarang Burung yg seenaknya tanpa memperhatikan kelangsungan hidupnya sehingga lambat laun Burung Walet banyak yg kabur dan mencari habitat baru yg dirasa lebih aman, kemudian  mereka mendapatkan rumah kuno kosong  yang kondisinya seperti habitat di goa, kenyataanya dg. terjadinya migrasi itu terbukti dg berhasilnya upaya H. THOHIR SURAKAMA dalam mengembangkan beberapa rumah rumah kuno yang kosong guna dijadikan rumah-rumah Sarang Burung Walet, sampai akhirnya beliau mempunyai rumah Sarang Burung Walet sebanyak 25 rumah, rupanya keberhasilan beliau ditiru pula oleh rekan-rekan pengusaha beliau lainya dan sejak itu mulailah usaha Sarang Burung Walet tsb dikembangkan dirumah-rumah penduduk dari Sidayu, Gresik, Tuban, Lasem, Rembang, Semarang, Tegal, dllnya. H. THOHIR SURAKAMA beliau adalah kakek kami yg sampai sekarang sudah 5 generasi yg melanjutkan guna mengembangkan rumah Sarang Burung Walet hingga ratusan rumah Walet diseluruh Jawa timur.

Asal usul burung merak

Asal usul burung merak
Asal usul burung merak
Asal usul burung merak – Konon pada zaman dahulu di daerah Kabupaten Sambas (Kalimantan Barat), tepatnya di pedalaman benua Bantahan sebelah Timur Kota Sekura Ibukota Kecamatan Teluk Keramat yang dihuni oleh Suku Dayak, telah terjadi peristiwa yang sangat menakjubkan untuk diketahui dan menarik untuk dikaji, sehingga peristiwa itu diangkat ke permukaan.
Menurut informasi orang bahwa di daerah tersebut terdapat sebuahkerajaan yang kecil, letaknya tidak jauh dari Gunung Bawang yang berdampingan dengan Gunung Ruai. Tidak jauh dari kedua gunung dimaksud terdapatlah sebuah gua yang bernama “Gua Batu”, di dalamnya terdapat banyak aliran sungai kecil yang di dalamnya terdapat banyak ikan dan gua tersebut dihuni oleh seorang kakek tua renta yang boleh dikatakan sakti.

Asal usul burung perkutut

 Asal usul burung perkutut
Asal usul burung perkutut – Sejarah Burung perkutut konon merupakan burung jelmaan pangeran, sehingga pada zaman Majapahit dikenal adanya legenda Joko Mangu. Sejak itu muncul faham Jawa bahwa perkutut merupakan burung yang sakral. Falsafah Jawa juga mengungkapkan bahwa seorang lelaki yang telah dewasa harus memiliki delapan unsur (Sapta Brata), yang salah satunya adalah kukila (manuk) atau burung. Dalam Sapta Brata disebutkan bahwa seorang lelaki Jawa dianggap sudah ‘dewasa’ kalau sudah memiliki wisma, curiga, kukila, turangga, gangsa, dan tiga unsur lainnya.
Karena itu banyak masyarakat Jawa yang memelihara burung perkutut, dengan berbagai pertimbangan. Dari sekadar prestise sampai untuk ngleluri nilai-nilai ajaran adiluhung. Yang jelas, sejak Juni 1990 burung perkutut dijadikan maskot Propinsi DIY. ”Kukila itu berarti manggung atau manuk anggung-anggungan. Dalam hal ini adalah burung perkutut. Kata manuk itu sendiri terdiri dari Ma (manjing) dan Nya (nyawa), yang berarti urip. Karena itu para priyayi dulu sering memberi wejangan kepada anak cucunya, ”Aja mung ngoceh, nanging manggunga. Tegese yen ngomong kudu sing mentes.
Demikian dikatakan Sugiyono (51 tahun) alias Agiong, pemilik Astana Langen Kukila ‘Aneka Sari’ di Jl Gajahmada 39 Yogyakarta. Ia juga mengatakan bahwa selama ini ada dua macam orang menggemari burung perkutut. Pertama karena anggung (suara) dan kedua karena adanya cirimati (ciri baku) atau katuranggan.
burung perkutut bangkok
burung perkutut bangkok
”Orang yang suka burung perkutut karena suaranya, biasanya memelihara perkutut untuk diikutkan lomba atau untuk klangenan. Sedangkan orang suka burung perkutut karena adanya cirimati atau katuranggan, karena punya kepercayaan bahwa memelihara burung perkutut dapat mendatangkan rezeki dan sejenisnya,” kata Sugiyono (Agiong) yang menekuni pemeliharaan burung perkutut sejak tahun 1970.
Menurutnya, salah satu faktor yang mendorong masyarakat Jawa mempercayai katuranggan, angsar dan tangguh burung perkutut, karena adanya legenda Joko Mangu. ”Dalam legenda tersebut diceritakan bahwa pada zaman Majapahit ada burung perkutut jelmaan pangeran dari Pajajaran, yang bernama Joko Mangu. Murtaing sari ingkang asli saking Pajajaran. Bebadra mangetan tumeka ing Majapahit,” jelas Agiong, bahwa burung tersebut lepas dari Pajajaran, terbang ke arah timur sampai Majapahit.
Asal usul burung perkutut, lanjut Agiong, juga disebutkan bahwa burung perkutut bernama Joko Mangu kemudian lepas dari Majapahit, terbang ke arah pesisir. Dengan kata lain, pulung Joko Mangu lepas dari Majapahit. ”Terakhir, yang menemukan pulung Joko Mangu adalah ki Ageng Paker dari Bantul Ngayojakarta. Masyarakat Jawa kemudian juga mempercayai bahwa burung perkutut dapat mendatangkan manfaat yang positif dan negatif bagi pemiliknya atau orang yang memeliharanya,” katanya.
Diakui, burung perkutut memang ada yang punya katuranggan baik dan tidak baik. Seperti disebutkan dalam Primbon Betaljemur Ada Makna, perkutut yang punya katuranggan baik antara lain Srimangempel, Wisnucarita, Wisnumangenu, Kusumawicitra, Pandhawa Mijil, Purnasidi, Murcujiwa, Minep Gedhong, Gedhong Menga, Wisnumurti, Udanmas, dan Widahsana gastagasti. Sedangkan turangga perkutut yang dianggap tidak baik antara lain Bramasulur, Brama Sulurgenni, Bramakala, Bramakokap, Durgangerik, Durgaanguwuh, Sanggabuwana, Lemburuwan, Cendhalasabda, dan Wisnutinundhung.
burung perkutut putih
burung perkutut putih
Selain itu juga dikenal adanya tangguh perkutut, yang terdiri Tangguh Pajajaran, Ki Joko Mangu (Majapahit), Tuban, Mataram, Pajang, Sedayu, dan Tangguh Demak. ”Kalau menurut saya, sebenarnya yang tahu persis angsar burung perkutut itu baik atau tidak, adalah pemiliknya atau pemelihara burung tersebut,” tegas Sugiyono
Dikatakan, mendeteksi burung perkutut itu sama sulitnya dengan mendeteksi benda pusaka. Masalah angsar, Kalau ditanyakan kepada orang yang berbeda, tentu akan berbeda pula jawabannya. ”Dalam hal angsar, seyogianya kita punya keyakinan pribadi. Sebab kita baru akan tahu angsar burung perkutut atau benda pusaka lainnya, setelah kita memiliki atau memeliharanya selama selapan (35 hari),” jelasnya.
Dicontohkan, dalam pewayangan selalu pulung sing nggoleki uwong. Dudu uwong sing nggoleki pulung. Kalau diibaratkan, pribadi manusia adalah wadah, sedangkan burung perkutut atau benda pusaka lainnya adalah isi. Karena itu dalam berbagai cerita hampir selalu disebutkan bahwa “Isi sing nggolek wadhah. Dudu wadhah sing nggoleki isi,” tandas Agiong.
Disebutkan pula, dalam memelihara burung perkutut, sebenarnya terlebih dulu kita harus menata diri pribadi kita. Selain itu, yang utama kita harus percaya kepada Tuhan. ”Soal pulung atau wahyu, akan datang dengan sendirinya, kalau diri pribadi kita sudah benar-benar tertata. Karena yang sulit itu adalah menyelaraskan jumbuhing wadhah lan isi,”
Demikian artikel Asal usul burung perkutut. Semoga bermanfaat
Suara burung perkutut mp3, burung perkutut hitam, jenis burung perkutut, download suara burung perkutut, kicau burung perkutut, burung perkutut wikipedia

Asal usul burung tekukur

Asal usul burung tekukur
Asal usul burung tekukur – Burung Tekukur (bahasa Inggeris: Spotted Dove ) ialah sejenis burung merpati yang tergolong dalam famili Columbidae. Nama saintifiknya Streptopelia chinensis. Baru-baru ini, Burung Tekukur telah dimasukkan ke dalam genus Stigmatopelia oleh sebilangan pihak berwibawa, susulan daripada kajian-kajian yang dilakukan oleh Johnson et al. (2001).
Burung Tekukur merupakan burung pembiak tempatan di kawasan yang terbentang dari India dan Sri Lanka di Asia Selatan tropika hingga ke China selatan dan Asia Tenggara di timur. Ia merupakan spesies yang sebahagian besar taburannya terdiri daripada kawasan hutan jarang yang terbuka, dan tanah ladang.
Burung Tekukur telah dibawa masuk ke kawasan Los Angeles, California di Amerika Syarikat, serta juga ke Indonesia utara, Australia, dan New Zealand. Di Australia, burung ini dibawa masuk ke Melbourne pada dekad 1860-an dan sejak dari masa itu, burung ini telah tersebar luas dan menggantikan burung-burung merpati asli. Di benua tersebut, burung ini boleh didapati di jalan raya, taman, kebun bunga, kawasan pertanian, serta tanah semak samun dari Hobart, Tasmania ke Cooktown, Queensland sehingga Pelabuhan Lincoln, Australia Selatan. Burung Tekukur juga dapat dilihat di Perth, Pemberton, Kalgoorlie, dan Esperance di Australia Barat, dengan taburan spesies ini semakin berkembang.
Burung Tekukur ialah burung merpati yang tirus, dengan ekor yang panjang. Panjangnya burung ini antara 28 hingga 32 sentimeter (11.2 – 12.8 inci). Bahagian belakang, sayap, dan ekornya berwarna perang pucat, dengan banyak bintik kuning pucat. Dalam penerbangan, burung ini menonjolkan bulu hitam yang dibatasi oleh tepi dalaman yang berwarna kelabu pucat. Warna kedua-dua jantina adalah serupa, tetapi anak-anak burung lebih suram warnanya, berbanding dengan burung-burung dewasa dan sering tidak mempunyai jalur leher yang bercapuk-capuk ketika amat muda. Kepala dan bahagian bawah burung ini merah muda warnanya, dan beransur-ansur berubah menjadi kelabu pucat pada muka dan perut bawahnya. Lehernya mempunyai tompok hitam yang mempunyai bintik-bintik putih yang halus. Warna kakinya merah.
Burung Tekukur makan biji-biji rumput, biji-bijian dan tumbuh-tumbuhan yang lain. Ia burung daratan dan mencari makanannya di padang rumput dan ladang.
Asal usul burung tekukur
Burung Tekukur membiak pada sepanjang tahun, dengan sarang-sarang rantingnya biasa didapati di atas pokok, tepi bangunan, atau juga di atas tanah. Burung ini mengeluarkan dua biji telur yang putih dan licau. Di Australia Selatan, burung ini membiak, khususnya pada bulan September hingga bulan Januari, dan di kawasan utara, pada musim luruh.
Seperti dengan burung-burung merpati yang lain dalam genus ini, Burung Tekukur tidak begitu suka berkelompok, dan biasanya hidup bersendirian atau dalam pasangan. Burung ini jinak dan bunyi-bunyi yang tiba-tiba menyebabkannya terbang. Penerbangannya pantas, dengan pukulan kepak yang tetap, dengan sentakan sekali sekala yang mendadak yang pada umumnya merupakan ciri burung merpati. Pola-pola penerbangannya serupa dengan Burung Merpati Jambul, Ocyphaps lophotes (bahasa Inggeris: Crested Pigeon). Apabila mendarat, ekor burung ini menyenget ke atas. Semasa musim pembiakan, burung-burung jantan akan menyenget ekornya dengan sudut yang lebih curam dan mengelilingi burung bentina serta mengembangkan sayap dan ekornya.

Asal usul burung kepodang

 Asal usul burung kepodang
Asal usul burung kepodang – Burung Kepodang (Oriolus chinensis) merupakan burung berkicau yang mempunyai bulu yang indah. Burung Kepodang cukup dikenal dalam budaya Jawa, khususnya Jawa Tengah, selain hanya karena Burung Kepodang merupakan fauna identitas provinsi Jawa Tengah, Burung Kepodang juga sering dipergunakan dalam tradisi ‘mitoni’ (tradisi tujuh bulan kehamilan). Konon, ibu hamil yang memakan daging burung Kepodang akan mendapatkan anak yang ganteng atau cantik jelita.
Burung Kepodang yang merupakan fauna identitas provinsi Jawa Tengah ini dikenal juga dengan sebutan manuk pitu wolu karena bunyinya yang nyaring mirip dengan ucapan pitu-wolu (tujuh delapan). Selain itu, burung ini juga terkenal sebagai burung pesolek yang selalu tampil cantik, rapi, dan bersih termasuk dalam membuat sarang.
Masyarakat Sunda biasa menyebut burung Kepodang ini dengan sebutan Bincarung. Sedangkan beberapa daerah di Sumatera menyebutnya sebagai Gantialuh dan masyarakat di Sulawesi menyebutnya Gulalahe. Burung Kepodang ini dalam bahasa Inggris sering disebut dengan Black Naped Oriole. Di Malaysia disebut burung Kunyit Besar. Sedangkan dalam bahasa ilmiah (latin), Burung Kepodang disebut Oriolus chinensis.
Ciri-ciri dan Kebiasaan. Burung Kepodang (Oriolus chinensis) berukuran relatif sedang, panjang mulai ujung ekor hingga paruh berkisar 25 cm. Bulunya indah berwarna kuning keemasan sedang bagian kepala,sayap dan ekor ada sebagian bulu yang berwarna hitam.  Ciri khas burung Kepodang adalah terdapatnya garis hitam melewati mata dan tengkuk.
Iris mata burung Kepodang berwarna merah sedangkan paruhnya berwarna merah jambu dan kedua kakinya berwarna hitam. Burung Kepodang yang ditetapkan sebagai maskot (fauna identitas) provinsi Jawa Tengah ini mempunyai siulan seperti bunyi alunan seruling dengan bunyi “liiuw, klii-lii-tii-liiuw” atau “u-dli-u”. Selain mempunyai ocehan yang sangat keras dan nyaring, Kepodang juga pandai menirukan suara burung Ciblek, Prenjak, Penthet bahkan suara burung Raja Udang.
Makanan utama Kepodang adalah buah-buahan seperti pisang dan papaya, serangga kecil dan biji-bijian dan sesekali memakan ulat bumbung dan ulat pisang. Burung Kepodang biasa hidup berpasangan. Burung betina biasanya membuat sarang dengan teliti pada ranting pohon.
Ketelitian burung Kepodang dalam membuat sarang yang indah dan tampilan burung yang selalu terlihat bersih dan rapi dengan bulu yang indah menawan membuat burung ini sering mendapat predikat sebagai burung pesolek.
Asal usul burung kepodang
Habitat, Persebaran, dan Konservasi. Habitat asli Burung Kepodang (Oriolus chinensis) adalah di daerah dataran tinggi. Namun burung ini dapat juga ditemui di hutan terbuka, hutan mangrove dan hutan pantai hingga ketinggian 1.600 m dpl.
Kepodang tersebar luas di mulai dari India, Bangladesh, Rusia, China, Korea, Taiwan, Laos, Myanmar, Kamboja, Thailand, Filipina, Malaysia, hingga Indonesia. Di Indonesia, burung berbulu indah ini dapat dijumpai di pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Bali, Nusa Tenggara, dan Sulawesi.
Burung Kepodang (Oriolus chinensis), meskipun di beberapa tempat di Indonesia julai jarang ditemukan tetapi secara umum masih dikategorikan sebagai ‘Least Concern’ atau ‘Beresiko Rendah’ oleh IUCN Redlist. Artinya burung pesolek maskot provinsi Jawa Tengah ini masih dianggap belum terancam kepunahan.
Subspesies Burung Kepodang. Burung Kepodang sebenarnya mempunyai beberapa subspesies (anak jenis). Beberapa anak jenis burung Kepodang diantaranya adalah:
  • Oriolus chinensis andamanensis
  • Oriolus chinensis celebensis
  • Oriolus chinensis chinensis (Black Naped Oriole)
  • Oriolus chinensis diffusus
  • Oriolus chinensis frontalis
  • Oriolus chinensis lamprochryseus
  • Oriolus chinensis macrourus
  • Oriolus chinensis maculatus
  • Oriolus chinensis melanisticus
  • Oriolus chinensis mundus
  • Oriolus chinensis richmondi
  • Oriolus chinensis sangirensis
  • Oriolus chinensis sipora
  • Oriolus chinensis stresemanni
  • Oriolus chinensis suluensis
  • Oriolus chinensis tenuirostris
  • Oriolus chinensis yamamurae
Mitos dan Filosofi Jawa. Dalam masyarakat Jawa, burung Kepodang sangat dikenal oleh masyarakat dan dianggap mempunyai makna filosofi yang tinggi. Bagi masyarakat Jawa burung Kepodang melambangkan kekompakan, keselarasan dan keindahan budi pekerti sekaligus juga melambangkan anak atau generasi muda.
Burung Kepodang juga menjadi salah satu burung klangenan bagi masyakat Jawa di samping burung Perkutut. Mungkin lantaran nilai-nilai filosofi yang selaras dengan budaya Jawa maka tidak mengherankan jika kemudian burung Kepodang ditetapkan sebagai fauna identitas provinsi Jawa Tengah.
Satu yang lekat di budaya Jawa adalah sebuah mitos tentang burung Kepodang ini. Mungkin lantaran keindahan bulunya, tampilannya yang selalu ‘jaim’ dan terlihat bersih, rapi dan indah serta ketelitian dalam membuat sarang yang indah kemudian memunculkan mitos bahwa ibu hamil yang memakan daging burung Kepodang akan mendapatkan anak yang ganteng ataupun cantik. Karena itu, masih sering terdapat tradisi menyembelih burung Kepodang saat ritual ‘mitoni’ (tradisi selamatan tujuh bulan masa kehamilan).

Asal usul tari merak

 Asal usul tari merak
Asal usul tari merak – Tari Merak merupakan seni tarian tradisional yang berasal dari daerah Jawa Barat. Tarian merak mengkisahkan tentang burung merak yang menampilkan keindahan bulu ekornya yang panjang dan berwarna-warni untuk mencuri perhatian sang betina.
Asal usul tari merak dibuat karena adanya ketertarikan  Raden Tjetje Somantri kepada hewan merak yang indah.
Tari merak mempunyai ciri khas pada Kostumnya yang berwarna warni sangat mencerminkan ciri khas burung merak, yang paling menarik perhatian adalah bagian sayapnya yang dipenuhi dengan payet dan dapat dibentangkan oleh sang penari. Dan mahkota yang berhiaskan kepala merak yang disebut singer akan bergoyang-goyang setiap penari menggerakkan kepalanya.
Dalam pertunjukannya, ciri bahwa itu adalah terlihat dari pakaian yang dipakai penarinya memiliki motif seperti bulu merak. Kain dan bajunya menggambarkan bentuk dan warna bulu-bulu merak; hijau biru dan/atau hitam. Ditambah lagi sepasang sayapnya yang melukiskan sayap atau ekor merak yang sedang dikembangkan. Gambaran merak bakal jelas dengan memakai mahkota yang dipasang di kepala setiap penarinya.
Tarian ini biasanya ditarikan berbarengan, biasanya tiga penari atau bisa juga lebih yang masing-masing memiliki fungsi sebagai wanita dan laki-lakinya.Iringan lagu gendingnya yaitu lagu Macan Ucul biasanya. Dalam adegan gerakan tertentu terkadang waditra bonang dipukul di bagian kayunya yang sangat keras sampai terdengar kencang, itu merupakan bagian gerakan sepasang merak yang sedang bermesraan.
Dari sekian banyaknya tarian yang diciptakan oleh Raden Tjetje Somantri, mungkin tari Merak ini merupakan tari yang terkenal di Indonesia dan luar negeri. Tidak heran kalau seniman Bali juga, diantaranya mahasiswa ASKI Denpasar menciptakan tari Manuk Rawa yang konsep dan gerakannya hampir mirip dengan tari Merak.